Pengikut

19 Mei, 2009

LITANI IRONI KEHIDUPAN (3)


MEMAAFKAN....

Merinding rasanya mengeja kata yang satu ini.
Pasalnya, kehidupan kita lebih sering dan lebih
banyak menyodorkan kenyataan betapa manusia
lebih condong menyimpan amarah dan dendam
ketimbang menebar maaf dan pengampunan.
Banyaknya berita dan tayangan di sana sini,
yang memaparkan bagaimana kata maaf
menjadi sesuatu yang begitu sulit diucapkan,
semakin memperkokoh kenyataan bahwa
kata "Maaf dan Memaafkan" kini hanya sekedar menjadi
sebuah formalitas verbal dari sebuah ajaran semata.

Istri yang memendam sakit hati terhadap suami,
suami yang menyimpan kesalahan istri dengan kemarahan,
Orang tua yang selalu memojokkan anaknya,
anak yang selalu membenci ibu atau bapaknya,
kakak atau adik yang tak bertegur sapa karena sakit hati,
Kebencian terhadap teman yang tega mengkhianati,
Kemarahan karena kekasih pergi meninggalkan,
Dendam karena seseorang membuat hidup menderita..
adalah sebagian dari banyaknya kenyataan
bahwa kita manusia memang tidak lagi mudah
untuk berbesar hati dan jiwa,
atau bahkan dan bisa jadi, tidak lagi memiliki
sebuah hati yang dipenuhi dengan kesediaan
untuk "Memaafkan......."

Tentang hal ini,
Konon katanya,
Manusia itu cenderung untuk mudah lupa dengan
apa yang pernah dikatakan dan dilakukannya,
tetapi ia akan selalu ingat dengan
pengalaman "Rasa Sakit Hati" yang pernah dialaminya.
Dan ini yang menjadi salah satu alasan
mengapa lalu manusia begitu mudah
untuk menyimpan rasa marah, benci dan dendam,
yang semuanya itu menggiring manusia untuk
cenderung tidak terlalu mudah bisa
"Memaafkan" apalagi "Mengampuni dan Melupakan".
Dunia kita kini, memang telah kehilangan Hati dan Kasih...


SALING MENOLONG....
Saling tolong menolong...???!!!
Sebuah pertanyaan sekaligus pernyataan yang aneh,
di tengah hidup yang serba Individualistis saat ini !
Judul ini bukan saja mengundang tanya dan keheranan,
tetapi juga mengundang "Cibiran Sinis",
tak percaya dengan segudang keraguan.
Alasannya bukan karena manusia tidak memiliki
kepekaan terhadap keluhuran dari tindakan ini,
tetapi situasi hidup dengan segala tuntutannya,
telah mencetak manusia di jaman kita ini,
untuk hanya peduli dengan diri sendiri,
dan hanya untuk menolong diri sendiri.

Ditengah era kehidupan kita ini,
dimana segalanya dituntut harus serba cepat,
harus serba berlomba dan harus serba bersaing,
di banyak bidang dan corak kehidupan,
persoalan hidup dan kehidupan orang lain,
cenderung bukan lagi menjadi sebuah urusan.
Bahkan lebih daripada itu,
orang lain bisa saja dianggap sebagai penghalang,
bahkan ancaman yang bisa menggagalkan tujuan
dari sebuah upaya pencapaian pribadi,
dengan segala entusias dan ambisinya.
Dengan kondisi ini, menolong orang lain berarti :
siap untuk dikhianati dan dikecewakan,
bahkan juga siap menuai celaka bagi hidup sendiri.
Tragisnya lagi kemudian adalah :
keberadaan orang lain atau sesama, siapapun mereka,
sering dihadapi dengan sebuah sikap
yang dipenuhi dengan tatapan sinis penuh curiga.

"Homo Homini Lopus",
mungkin sebuah istilah yang masih kita ingat,
yang pernah dilontarkan oleh Thomas Hobbes,
seorang negarawan Inggris, yang artinya bahwa
"manusia itu adalah serigala bagi manusia lain".
Pandangan ini kurang lebih ingin mengatakan bahwa
Manusia itu bisa menjadi teman dan sahabat,
tetapi sekaligus juga bisa menjadi binatang buas,
yang sewaktu-waktu siap menerkam sesamanya.
Banyaknya sejarah penghancuran manusia oleh manusia,
telah memperkokoh pandangan bahwa
Manusia itu memang bagai serigala bagi sesamanya.
Dan saling menolong...????
Hahaha....anda saja, saya tidak...!!!
Tragis....!!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar