Pengikut

21 April, 2009

LITANI IRONI KEHIDUPAN (1)


KESABARAN...
.
Rasanya kini menjadi sebuah kualitas emosional
yang mahal harganya.
Di tengah kehidupan yang serba cepat dan segera,
dengan motto siapa cepat dia dapat,
bukan saatnya lagi untuk mengedepankan
sikap hati yang dipenuhi dengan Kesabaran.
Setidaknya inilah situasi yang bisa kita temukan
di setiap sudut kehidupan kita..setiap hari.

Mulai dari jalan raya yang padat kendaraan,
kantor-kantor, pusat perbelanjaan, pertokoan,
di dalam relasi apapun bentuknya,
juga di tengah kehidupan rumah tangga,
bahkan di tengah antrian tempat makan terfavorit,
tampaknya "Kesabaran" hanya menjadi milik
orang-orang yang mempunyai kejernihan dan
keleluasaan hati, bukan milik mereka yang
mengumbar "Kebebalan" dan rasa "Egois".
Kemarahan dan Emosi berlebihan,
tampaknya telah menjadi pemandangan
yang biasa kita temui setiap hari.


KEJUJURAN....

Kualitas kepribadian yang satu ini,
telah menjadi "Istilah" yang asing bagi sebagian
bahkan bagi banyak orang di masa kini.
Ia bukan saja banyak menimbulkan pertanyaan
kontradiktif , bahkan juga sering memunculkan
keraguan bernada sinis antipati.
"Masih adakah manusia-manusia dengan
kualitas kejujuran yang tak diragukan
di jaman yang serba "Abu-Abu" dan
penuh dengan "Tipu dan Muslihat"
di masa sekarang ini??"

Begitu kira-kira pertanyaan yang sering
kita dengar meluncur dari banyak bibir.
Dan semuanya merupakan sebuah manifestasi
dari banyaknya kenyataan hidup
yang menampilkan betapa Kejujuran
kini hanya menjadi sebuah
isapan jempol kehidupan semata.
Kalaupun masih ada, itu bukan sebuah
Kejujuran tetapi lebih merupakan sebuah
eksploitasi dari keterpaksaan dan bukan
lahir dari sebuah kualitas hidup.


KEMURAHAN HATI....

Banyak ahli Psikososial mengatakan:
salah satu ciri paling menyolok dari
hidup manusia di masa sekarang ini adalah
bahwa manusia cenderung digiring untuk masuk
dalam sebuah mekanisme pandangan hidup
yang secara praksis lebih mengedepankan
"Keserakahan dan Kerakusan".
Orientasi untuk mendapatkan dan memiliki,
kini telah berkembang menjadi sebuah mentalitas
dengan orientasi "Mengumpulkan dan Menguasai".

Mekanisme management kehidupan,
memang sering cenderung menyediakan situasi
dimana manusia "Harus" selalu merasa Kurang
dengan apa yang sudah ada dan dimiliki.
Dan ini menjadi salah satu tragedi menyedihkan
dari kehidupan sosial manusia di masa kini,
karena iklim ini telah menggilas kesadaran manusia
untuk peka dan peduli dengan yang namanya :
"Berbagi dan Memberi", dan menggantinya dengan
sebuah falsafah budaya baru yang mengutamakan
kepentingan Pribadi.

Di tengah situasi seperti ini,
menjadi pribadi yang Murah Hati,
yang selalu terbuka untuk memberi dan membagi,
rasanya sangat tidak relevan untuk dimasukkan
dalam agenda target kehidupan.
Pasalnya, itu semua akan menghambat
tujuan utama dari falsafah Budaya Kepentingan.

Dan setuju atau tidak,
Kemurahan Hati kini lebih sering dinilai dan
dituduh sebagai sebuah aksi "Life-Show",
untuk menyelubungi motivasi sebaliknya,
dan bukan lahir dari sebuah Ketulusan tanpa pamrih.


KERENDAHAN HATI....

Mengumbar cerita setinggi langit,
dengan bumbu-bumbu kesombongan,
menjadi sebuah hal biasa yang menggejala
di tengah kehidupan kita.
Alasannya sangat simple :
bahwa setiap orang memiliki sifat untuk
meninggikan diri sebagai bukti bahwa
dirinya lebih segalanya dari orang lain.

Dengan mengatasnamakan psikis perasaan
bahwa jangan sampai orang lain merendahkan
dan meremehkan diri kita,
maka bualan kisah dan cerita hebat dengan
segudang lika liku yang mengagumkan,
adalah upaya yang dianggap perlu.
Dan tragisnya,
hal ini dilakukan juga oleh mereka-mereka yang
kenyataan hidupnya dipenuhi dengan kegagalan.

Kalau kesombongan dan keangkuhan,
bisa lahir dari sebuah pencapaian prestasi,
maka sebaliknya, Kerendahan hati,
bukan hasil dari sebuah peraihan,
juga tidak berasal dari sederetan kesuksesan.
Dia terbentuk dari sebuah kedalaman batin,
yang melihat bahwa apa yang dia peroleh
semata-mata bukan atas prestasi dan upaya
yang ia lakukan seorang diri.
Dia sadar bahwa banyak peran-peran
yang terlibat di dalam semua proses itu,
hingga ia memperoleh sebuah "Peraihan".
Dan baginya, kesombongan serta keangkuhan,
adalah sebuah pola yang tidak relevan dan semu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar